A.
Pendahuluan
Lembaga
perbankan di Indonesia sudah memasuki pasar bebas, karena dinilai oleh
pemerintah perbankanlah yang telah siap untuk memasuki pasar bebas dibanding
dengan sektor-sektor yang lain terutama dunia pariwisata.
IFRS
(International Financial Reporting Standarts), mempunyai latar belakang
konvergensi IFRS merupakan salah satu kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai
anggota G20 Forum. Kesepakatan G20 London Summit 2 April 2009, menghasilkan 29
kesepakatan dimana kesepakatan nomor 13 sampai dengan nomor 16 adalah mengenai
Strengthening Financial Supervision and regulation. Salah satunya pada butir
kesepakatan nomor 15 dikatakan “to call on the accounting standart setters
to work urgently with supervisors and regulators to improve standards on
valuation and provisioning and achieve a single set of high-quality global
accounting standards”.
Sektor
bisnis dituntut untuk mempersiapkan diri dalam mengadopsi IFRS yang akan
diterapkan pada tahun 2012. IAS dan IFRS merupakan standarakuntansi dan
pelaporan keuangan yang merupakan produk IASC dan IASB.IFRS adalah produk IASB
versi baru sedangkan IAS adalah produk IASC versi lama. Manfaat dari penerapan
IFRS secara umum diantaranya adalah :
a)
Memudahkan
pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan StandarAkuntansi Keuangan
yang dikenal secara internasional (enhancecomparability)
b)
Meningkatkan
arus investasi global melalui transparansi.
c)
Menurunkan
biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar
modal secara global.
d)
Menciptakan
efisiensi penyusunan laporan keuangan.
e)
Meningkatkan
kualitas laporan keuangan, dengan cara, mengurangi kesempatan untuk melakukan earning
management.
B.
Dampak penerapan IFRS di Indonesia dalam bisnis
Berbagai
dampak dapat terjadi dengan adanya penerapan IFRS ini,sehingga IFRS juga
menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap dunia bisnis. Berikut ini
adalah berbagai dampak dalam penerapan IFRS:
a)
Akses
ke pendanaan internasional akan lebih terbuka karena laporan keuanganakan lebih
mudah dikomunikasikan ke investor global.
b)
Relevansi
laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyakmenggunakan nilai wajar.
c)
Kinerja
keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila harga-harga fluktuatif.
d)
Smoothing income menjadi
semakin sulit dengan penggunakan balance sheetapproach dan fair value
e)
Principle-based standards mungkin
menyebabkan keterbandingan laporan keuangan sedikit menurun yakni bila
penggunaan professional judgment ditumpangi dengan kepentingan untuk mengatur
laba (earning management ).
f)
Penggunaan
off balance sheet semakin terbatas.
1)
Dampak positif penerapan IFRS di Indonesia
Meskipun
masih muncul pro dan kontra, sesungguhnya penerapan IFRS iniakan berdampak
positif. Bagi para emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI), denganmenggunakan
standar pelaporan internasional itu, para stakeholder akan lebihmudah untuk
mengambil keputusan. Pertama, laporan keuangan Perusahaan akansemakin mudah
dipahami lantaran mengungkapkan detail informasi secara jelasdan
transparan.Kedua, dengan adanya transparansi tingkat akuntabilitas dan
kepercayaankepada manajemen akan meningkat. Ketiga, laporan keuangan yang
disampaikan perusahaan mencerminkan nilai wajarnya.
Di tengah interaksi pelaku ekonomi
global yang nyaris tanpa batas, penerapan IFRS juga akan membantu untuk
memancing dan memperbanyak peluang untuk para emiten untuk menarik investor global. Dengan standar
akuntansi yang sama, investor asing tentunya akan lebih mudah
untuk membandingkan perusahaan di Indonesia dengan perusahaan sejenis
di belahan dunia lain.
2)
Dampak negatif penerapan IFRS di Indonesia
Seperti
yang diketahui perekonomian Indonesia adalah berasaskan kekeluargaan.
Akan tetapi semakin ke depan perekonomian Indonesia akan mengarah
pada Kapitalis. Tidak bisa dipungkiri lagi kebudayaan negara barat(negara
kapital) dapat mempengaruhi seluruh pola hidup dan pola pikir masyarakat
Indonesia dari kehidupan sehari-hari hingga permasalahan ekonomi. Padahal dalam
pasal 33 ayat 1 UUD 1945 secara jelas nampak bahwa Indonesia menjadikan asas
kekeluargaan sebagai pondasi dasar perekonomiannya.
Begitu pula dalam pasal 33 ayat 2 dan ayat 3. Akan tetapi
dengan kemunculan IFRS tersebut dapat menyebabkan publik menginginkan keterbukaan
yang amat sangat di dalam dunia investasi. Terutama keterbukaan investor asing
untuk berinvestasi di Indonesia.
Hal
tersebut tentu berseberangandengan UUD 1945 pasal 33. Terlebih lagi dengan
adanya Undang-Undang Penanaman modal di tahun 2007 lalu maka semakin terlihat
jelas bahwa adaindikasi untuk mengalihkan tanggung jawab pemerintah ke penguasa
modal(kapitalis). Hubungannya dengan IFRS adalah, keseragaman global menjadikan
masyarakat mudah berburuk sangka bahwa pemegang kebijakan akuntansi diIndonesia
adalah kapitalisme dan mengesampingkan asas perekonomian Indonesia yang
terlihat jelas di Undang-Undang Dasar. Sehingga pada akhirnya akan memunculkan
indikasi miring bahwa Indonesia semakin dekat dengan sistem kapitalisme dan memudahkan investor asing
untuk mengeruk kekayaan diIndonesia. Dampak penerapan IFRS bagi perusahaan
sangat beragam tergantung jenis industri, jenis transaksi, elemen laporan
keuangan yang dimiliki, dan juga pilihankebijakan akuntansi.
Adanya perubahan besar sampai harus melakukan perubahan
sistem operasi dan bisnis perusahaan, namun ada perubahan tersebut hanya terkait dengan prosedur
akuntansi. Perusahaan perbankan,termasuk yang memiliki dampak perubahan cukup
banyak.
Tetapi dibalik semua perubahan dan dampak yang mungkin
terjadi, tidak dapatsemua dipungkiri denganadanya IFRS maka dapat memajukan
perekonomian global di Indonesia sehinggamampu bersaing dengan dunia luar.
C. Pembahasan
Adopsi IFRS belum tentu dapat
mengakomodasi karakteristik khusus suatu negara. Hal ini terjadi karena IASB
sebagai standard setter dari IFRS memiliki anggota yang sebagian besar adalah
negara maju. Oleh karena itu, IFRS belum tentu sepenuhnya sesuai apabila
diimplementasikan di negara yang memiliki karakteristik berbeda dengan negara maju,
sehingga pengadopsian IFRS harus disesuaikan dengan karakteristik suatu negara
agar proses harmonisasi dapat mengakomodasi perbedaan karakteristik negara
tersebut (Whardani, 2009).
Ketidaksesuaian dalam penerapan
adopsi IFRS dengan karakteristik suatu negara ini yang dapat menyebabkan tidak
tercapainya tujuan dari pembuatan standar ini, yang salah satunya sebagai penyederhana
berbagai alternatif kebijakan akuntansi yang diperbolehkan dan diharapkan untuk
membatasi pertimbangan kebijakan manajemen terhadap manipulasi laba sehingga dapat meningkatkan kualitas laba.
Oleh karena itu, agar penerapan adopsi IFRS dapat efektif dan sesuai dengan
tujuan serta berdampak positif bagi pelaporan keuangan maka perlu
mempertimbangkan adanya perbedaan karakteristik, baik dari segi perusahaan
maupun negara secara luas. Sebagaimana dalam pandangan teori akuntansi positif
bahwa pilihan standar oleh manajemen dilakukan dengan menganalisis biaya dan
manfaat pengungkapan keuangan tertentu yang berhubungan dengan berbagai
individu dan alokasi sumber daya dalam perekonomian. Dalam hal ini, analisis
tersebut dapat berhubungan dengan lingkungan dalam suatu negara seperti
karakteristik perusahaan, sistem penegakkan hukum, dan kondisi pasar, di
samping standar yang berlaku.
Setelah diterapkan terdapat
penurunan manajemen laba sesudah adopsi IFRS. Penerapan PSAK No. 50 dan PSAK
No. 55 (revisi 2006) dapat meningkatkan kecenderungan manajemen melakukan
manajemen laba melalui CKPN (Anggraita : 2012). Hal ini disebabkan karena
adanya larangan reklasifikasi antar instrumen keuangan yang ketat menyebabkan
berkurangnya ruang bagi manajemen untuk melakukan perataan laba melalui reklasifikasi
antar kelompok instrumen. Walaupun perhitungan CKPN menggunakan PSAK No. 50 dan
PSAK No. 55 (revisi 2006) lebih lebih ketat dan objektif dibandingkan PSAK sebelumnya,
namun demikian mengandung unsur penilaian (judgement) yang lebih tinggi,
sehingga meningkatkan kecenderungan manajemen melakukan manajemen laba.
Penelitian Beatty dkk. (1999) juga menemukan manajer menggunakan diskresinya
untuk mengatur waktu realisasi dari keuntungan dan kerugian dari sekuritas yang
dimiliki. Karena keuntungan atau kerugian dari instrumen keuangan adalah alat
alternatif untuk melakukan manajemen laba selain melalui CKPN. Perbedaan karakteristik suatu perusahaan atau
pun negara secara umum juga dapat menyebabkan pemberlakuan adopsi IFRS ini
tidak berjalan efektif. Keadaan bentuk perusahaan, bentuk negara, kondisi
ekonomi dan perkembangan pasar dapat menjadi pertimbangan lain, seperti pula
diungkapkan dalam penelitian Callao dan Jerne (2010) yang menunjukkan praktek
diskresi akrual malah meningkat sejak periode pengimplementasian IFRS sehingga,
dapat disimpulkan bahwa IFRS belum tentu sepenuhnya sesuai apabila diimplementasikan
di negara yang memiliki karakteristik berbeda. Faktor lain yang juga dapat menjadi
temuan pertimbangan melalui penelitian ini adalah mengenai waktu pemberlakuan standar.
Adopsi IFRS ini masih baru berlaku di Indonesia, kemungkinan belum sepenuhnya dapat
diterapkan secara keseluruhan dan efektif sehingga masih memungkinkan untuk terjadinya
manajemen laba.
D. Kesimpulan
Hal ini dapat disimpulkan bahwa penyesuaian
standar dengan mengadopsi IFRS khususnya, pada PSAK No. 50 (revisi 2006) dan
PSAK No. 55 (revisi 2006) belum menjamin adanya penurunan manajemen laba. Disarankan
bagi para praktisi, seperti Bank Indonesia dan Bapepam untuk dapat mempertimbangkan
adanya karakteristik perbankan dalam menetapkan kebijakan terkait pelaporan
keuangan, khususnya menyangkut instrumen keuangan perbankan yang merupakan bagian
krusial dalam sektor perbankan agar dapat berjalan lebih efektif. Demikian
pula, bagi pihak IAI, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan terkait perumusan standar akuntansi keuangan terhadap adopsi
standar IFRS.
Sumber:
Prima Santy, Tawakkal, Grace T. Pontoh. PENGARUH ADOPSI IFRS TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN
PERBANKAN DI BURSA EFEK INDONESIA. Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanuddin
No comments:
Post a Comment